kelainan air ketuban
KELAINAN AIR KETUBAN
MATA KULIAH:
ASKEB IV
SEMESTER IV
AKADEMI KEBUDANAN PELITA PERSADA
JAKARTA
1.
Ketuban
Pecah Sebelum Waktunya (Kpsw) Atau Ketuban Pecah Dini (Kpd) Atau Ketuban Pecah
Prematur (Kpp)
Ketuban
pecah dini (KPD) atau ketuban pecah sebelum waktunya (KPSW) atau ketuban pecah
prematur (KPP) adalah keluarnya cairan dari jalan lahir/vagina sebelum proses
persalinan.
Ketuban pecah prematur yaitu pecahnya membran khorio-amniotik sebelum
onset persalinan atu disebut juga Premature Rupture Of Membrane = Prelabour
Rupture Of Membrane = PROM.
Ketuban pecah prematur pada preterm yaitu pecahnya membran
Chorio-amniotik sebelum onset persalinan pada usia kehamilan kurang dari 37
minggu atau disebut juga Preterm Premature Rupture Of Membrane = Preterm
Prelabour Rupture Of Membrane = PPROM
Insiden
·
PROM
: 6-19% kehamilan
·
PPROM
: 2% kehamilan
Etiologi
·
Penyebab dari KPD tidak atau masih belum diketahui
secara jelas maka usaha preventif tidak dapat dilakukan, kecuali dalam usaha
menekan infeksi.
·
Faktor yang berhubungan dengan meningkatnya insidensi
KPD antara lain :
o
Fisiologi selaput amnion/ketuban yang abnormal
o
Inkompetensi serviks
o
Infeksi vagina/serviks
o
Kehamilan ganda
o
Polihidramnion
o
Trauma
o
Distensi uteri
o
Stress maternal
o
Stress fetal
o
Infeksi
o
Serviks yang pendek
o
Prosedur medis
Diagnosa
Secara
klinik diagnosa ketuban pecah dini tidak sukar dibuat anamnesa pada klien
dengan keluarnya air seperti kencing dengan tanda-tanda yang khas sudah dapat
menilai itu mengarah ke ketuban pecah dini. Untuk menentukan betul tidaknya ketuban
pecah dini bisa dilakukan dengan cara :
·
Adanya cairan yang berisi mekonium (kotoran janin),
verniks kaseosa (lemak putih) rambut lanugo atau (bulu-bulu halus) bila telah
terinfeksi bau
·
Pemeriksaan inspekulo, lihat dan perhatikan apakah
memang air ketuban keluar dari kanalis servikalis pada bagian yang sudah pecah,
atau terdapat cairan ketuban pada forniks posterior
·
USG : volume cairan amnion berkurang/oligohidramnion
·
Terdapat infeksi genital (sistemik)
·
Gejala chorioamnionitis
Maternal : demam (dan
takikardi), uterine tenderness, cairan amnion yang keruh dan berbau,
leukositosis (peningkatan sel darah putih) meninggi, leukosit esterase (LEA)
meningkat, kultur darah/urin
Fetal : takikardi,
kardiotokografi, profilbiofisik, volume cairan ketuban berkurang
Cairan
amnion
Tes cairan
amnion, diantaranya dengan kultur/gram stain, fetal fibronectin, glukosa,
leukosit esterase (LEA) dan sitokin.
Jika terjadi
chorioamnionitis maka angka mortalitas neonatal 4x lebih besar, angka
respiratory distress, neonatal sepsis dan pardarahan intraventrikuler 3x lebih
besar
·
Dilakukan tes valsava, tes nitrazin dan tes fern
Normal pH
cairan vagina 4,5-5,5 dan normal pH cairan amnion 7,0-7,5
·
Dilakukan uji kertas lakmus/nitrazine test
o
Jadi biru
(basa) : air
ketuban
o
Jadi merah (asam)
: air kencing
Prognosis/komplikasi
Adapun
pengaruh ketuban pecah dini terhadap ibu dan janin adalah :
Prognosis
ibu
·
Infeksi intrapartal/dalam persalinan
Jika terjadi
infeksi dan kontraksi ketuban pecah maka bisa menyebabkan sepsis yang selanjutnya
dapat mengakibatkan meningkatnya angka morbiditas dan mortalitas
·
Infeksi puerperalis/ masa nifas
·
Dry labour/Partus lama
·
Perdarahan post partum
·
Meningkatkan tindakan operatif obstetri (khususnya SC)
·
Morbiditas dan mortalitas maternal
Prognosis janin
·
Prematuritas
Masalah yang
dapat terjadi pada persalinan prematur diantaranya adalah respiratory distress
sindrome, hypothermia, neonatal feeding problem, retinopathy of premturity,
intraventricular hemorrhage, necrotizing enterocolitis, brain disorder (and
risk of cerebral palsy), hyperbilirubinemia, anemia, sepsis.
·
Prolaps funiculli/ penurunan tali pusat
·
Hipoksia dan Asfiksia sekunder (kekurangan oksigen
pada bayi)
Mengakibatkan
kompresi tali pusat, prolaps uteri, dry labour/pertus lama, apgar score rendah,
ensefalopaty, cerebral palsy, perdarahan intrakranial, renal failure,
respiratory distress.
·
Sindrom deformitas janin
Terjadi
akibat oligohidramnion. Diantaranya terjadi hipoplasia paru, deformitas
ekstremitas dan pertumbuhan janin terhambat (PJT)
·
Morbiditas dan mortalitas perinatal
Penatalaksanaan
·
Penatalaksanaan ketuban pecah dini tergantung pada
umur kehamilan dan tanda infeksi intrauterin
·
Pada umumnya lebih baik untuk membawa semua pasien
dengan KPD ke RS dan melahirkan bayi yang berumur > 37 minggu dalam 24 jam
dari pecahnya ketuban untuk memperkecil resiko infeksi intrauterin
·
Tindakan konservatif (mempertahankan kehamilan)
diantaranya pemberian antibiotik dan cegah infeksi (tidak melakukan pemeriksaan
dalam), tokolisis, pematangan paru, amnioinfusi, epitelisasi (vit C dan trace
element, masih kontroversi), fetal and maternal monitoring. Tindakan aktif
(terminasi/mengakhiri kehamilan) yaitu dengan sectio caesarea (SC) atau pun
partus pervaginam
·
Dalam penetapan langkah penatalaksanaan tindakan yang dilakukan
apakah langkah konservatif ataukah aktif, sebaiknya perlu mempertimbangkan usia
kehamilan, kondisi ibu dan janin, fasilitas perawatan intensif, kondisi, waktu
dan tempat perawatan, fasilitas/kemampuan monitoring, kondisi/status imunologi
ibu dan kemampuan finansial keluarga.
·
Untuk usia kehamilan <37 minggu dilakukan
penanganan konservatif dengan mempertahankan kehamilan sampai usia kehamilan
matur.
·
Untuk usia kehamilan 37 minggu atau lebih lakukan
terminasi dan pemberian profilaksis streptokokkus grup B. Untuk kehamilan 34-36
minggu lakukan penatalaksanaan sama halnya dengan aterm
·
Untuk usia kehamilan 32-33 minggu lengkap lakukan
tindakan konservatif/expectant management kecuali jika paru-paru sudah matur
(maka perlu dilakukan tes pematangan paru), profilaksis streptokokkus grup B,
pemberian kortikosteroid (belum ada konsensus namun direkomendasikan oleh para
ahli), pemberian antibiotik selama fase laten.
·
Untuk previable preterm (usia kehamilan 24-31 minggu
lengkap) lakukan tindakan konservatif, pemberian profilaksis streptokokkus grup
B, single-course kortikosteroid, tokolisis (belum ada
konsensus) dan pemberian antibiotik selama fase laten (jika tidak ada
kontraindikasi)
·
Untuk non viable preterm (usia kehamilan <24
minggu), lakukan koseling pasien dan keluarga, lakukan tindakan konservatif
atau induksi persalinan, tidak direkomendasikan profilaksis streptokokkus grup
B dan kortikosteroid, pemberian antibiotik tidak dianjurkan karena belum ada
data untuk pemberian yang lama)
·
Rekomendasi klinik untuk PROM, yaitu pemberian
antibiotik karena periode fase laten yang panjang, kortikosteroid harus
diberikan antara 24-32 minggu (untuk mencegah terjadinya resiko perdarahan
intraventrikuler, respiratory distress syndrome dan necrotizing
examinations),tidak boleh dilakukan digital cervical examinations jadi
pilihannya adalah dengan spekulum, tokolisis untuk jangka waktu yang lama tidak
diindikasikan sedangkan untuk jangka pendek dapat dipertimbangkan untuk
memungkinkan pemberian kortikosteroid, antibiotik dan transportasi maternal,
pemberian kortikosteroid setelah 34 minggu dan pemberian multiple course tidak
direkomendasikan
·
Pematangan paru dilakukan dengan pemberian
kortikosteroid yaitu deksametason 2×6 mg (2 hari) atau betametason 1×12 mg (2
hari)
·
Agentokolisis yaitu B2 agonis
(terbutalin, ritodrine), calsium antagonis (nifedipine), prostaglandin sintase
inhibitor (indometasin), magnesium sulfat, oksitosin antagonis (atosiban)
·
Tindakan epitelisasi masih kotroversial, walaupun
vitamin C dan trace element terbukti berhubungan dengan terjadinya ketuban
pecah terutama dalam metabolisme kolagen untuk maintenance integritas membran
korio-amniotik, namun tidak terbukti menimbulkan epitelisasi lagi setelah
terjadi PROM
·
Tindakan terminasi dilakukan jika terdapat tanda-tanda
chorioamnionitis, terdapat tanda-tanda kompresi tali pusat/janin (fetal
distress) dan pertimbangan antara usia kehamilan, lamanya ketuban pecah dan
resiko menunda persalinan
·
KPD pada kehamilan < 37 minggu tanpa infeksi,
berikan antibiotik eritromisin 3×250 mg, amoksisillin 3×500 mg dan
kortikosteroid
·
KPD pada kehamilan > 37 minggu tanpa infeksi
(ketuban pecah >6 jam) berikan ampisillin 2×1 gr IV dan penisillin G 4×2
juta IU, jika serviks matang lakukan induksi persalinan dengan oksitosin, jika
serviks tidak matang lakukan SC
·
KPD dengan infeksi (kehamilan <37 ataupun > 37
minggu), berikan antibiotik ampisillin 4×2 gr IV, gentamisin 5 mg/KgBB, jika
serviks matang lakukan induksi persalinan dengan oksitosin, jika serviks tidak
matang lakukan SC
2.
POLIHIDRAMNION
Polihidramnion atau disebut juga dengan hidramnion adalah keadaan
dimana air ketuban melebihi 2000 ml. Hidramnion akut adalah
penambahan air ketuban secara mendadak dan cept dalam beberapa hari, biasanya
terdapat pada kehamilan yang agak muda, bulan ke 5 dan ke 6. Hidramnion
kronis adalah penambahan air ketuban secara perlahan-lahan, biasanya
terjadi pada kehamilan lanjut. Diagnosis pasti bisa didapatkan dari pemeriksaan
ultrasonografi (USG). Insidensi hidramnion adalah 1% dari semua kehamilan.
Biggio dkk (1999) melaporkan dari Alabama, insisden hidramnion 1% diantara
lebih dari 36.000 kehamilan.
Etiologi
Sampai
sekarang penyebab hidramnion masih belum jelas. Pada banyak kasus hidramnion
berhubungan dengan kelainan malformasi janin, khususnya kelainan sistem syaraf
pusat dan traktus gastrointestinal. Namun secara teori, hidramnion bisa terjadi
karena :
·
Produksi air ketuban bertambah
Diduga air
ketuban dibentuk oleh sel-sel amnion, tetapi air ketuban dapat bertambah cairan
lain masuk kedalam ruangan amnion, misalnya air kencing janin dan cairan otak
anensefalus.
Naeye dan
Blanc (1972) mengidentifikasi dilatasi tubulus ginjal, bladder (vesica
urinaria) ukuran besar, akan meningkatkan output urine pada awal periode
pertumbuhan fetus, hal inilah yang meningkatkan produksi urine fetus yang
mengakibatkan hidramnion.
·
Pengaliran air ketuban terganggu
Air ketuban
yang dibentuk, secara rutin dikeluarkan dan diganti dengan yang baru. Salah
satu cara pengeluaran adalah ditelan oleh janin, diabsorpsi oleh usus kemudian
dialirkan ke plasenta untuk akhirnya masuk kedalam peredaran darah ibu.
Ekskresi air ketuban ini akan terganggu bila janin tidak bisa menelan seperti
pada atresia esofagus dan anensefalus.
Damato dan
koleganya (1993) melaporkan bahwa dari 105 wanita yang diteliti cairan
amnionnya, ditemukan hampir 65% dinyatakan hidramnion. Ada 47 orang hamil
tunggal dengan satu atau lebih mengalami kelainan kongenital. Diantaranya
kelainan gastrointestinal, sistem syaraf pusat, thorax, skeletal, kelainan
kromosom (2 janin mempunyai trisomi 18—Edward syndrome dan dua janin dengan
trisomi 21—Down syndrome), dan kelainan jantung. 19 orang wanita hamil kembar.
Hidramnion berhubungan dengan kehamilan kembar monozigotik, hipotesis telah
dibuktikan bahwa salah satu fetus menguasai satu bagian sirkulasi dari janin
lainnya, dimana fetus yang satu ini mengalami cardiac hypertrofi dan produksi
output urine yang meningkat.
Diagnosis
1. Anamnesis
·
Perut terasa lebih besar dan lebih berat dari biasa
·
Sesak nafas, beberapa ibu mengalami sesak nafas berat,
pada kasus ekstrim ibu hanya bisa bernafas bila berdiri tegak
·
Nyeri ulu hati dan sianosis
·
Nyeri perut karena tegangnya uterus
·
Oliguria. Kasus sangat jarang terjadi. Hal ini terjadi
karena urethra mengalami obstruksi akibat uterus yang membesar melebihi
kehamilan normal.
2. Inspeksi
·
Perut terlihat sangat buncit dan tegang, kulit perut
mengkilat, retak-retak kulit jelas dan kadang-kadang umbilikus mendatar
·
Ibu terlihat sesak dan sianosis serta terlihat payah
karena kehamilannya
·
Edema pada kedua tungkai, vulva dan abdomen. Hal ini
terjadi karena kompresi terhadap sebagian besar sistem pembuluh darah balik
(vena) akibat uterus yang terlalu besar
3. Palpasi
·
Perut tegang dan nyeri tekan
·
Fundus uteri lebih tinggi dari usia kehamilan
sesungguhnya
·
Bagian-bagian janin sukar dikenali
4. Auskultasi
·
Denyut jantung janin sukar didengar
5. Pemeriksaan
penunjang
·
Foto rontgen (bahaya radiasi)
·
Ultrasonografi
o
Banyak ahli mendefinisikan hidramnion bila index
cairan amnion (ICA) melebihi 24-25 cm pada pemeriksaan USG.
o
Dari pemeriksaan USG, hidramnion terbagi menjadi :
Mild
hydramnion (hidramnion ringan), bila kantung amnion mencapai 8-11 cm dalam dimensi
vertikal. Insiden sebesar 80% dari semua kasus yang terjadi.
Moderate
hydramnion (hidramnion sedang), bila kantung amnion mencapai 12-15 cm dalamnya.
Insiden sebesar 15%.
Severe hydramnion (hidramnion
berat), bila janin ditemukan berenang dengan bebas dalam kantung amnion yang
mencapai 16 cm atau lebih besar. Insiden sebesar 5%.
Weeks gestation
|
Fetus (gr)
|
Placenta (gr)
|
Amnionic fluid (ml)
|
Fluid (%)
|
16
|
100
|
100
|
200
|
50
|
28
|
1000
|
200
|
1000
|
45
|
36
|
2500
|
400
|
900
|
24
|
40
|
3300
|
500
|
800
|
17
|
From Queenan
(1991)
Diagnosa
banding
·
Gemelli (kembar)
·
Asites (pengumpulan
·
cairan serosa dalam rongga perut)
·
Kista ovarium
·
Kehamilan dengan tumor
Prognosis
Janin
·
Kelainan kongenital
·
Prematuritas
·
Prolapsus tali pusat
Ibu
·
Solusio plasenta
·
Atonia uteri
·
Perdarahan postpartum
Penanganan
Pada masa
hamil
Pada hidramnion
ringan tidak perlu pengobatan khusus. Hidramnion sedang dengan
beberapa ketidaknyamanan biasanya dapat diatasi, tidak perlu intervensi sampai
persalinan atau sampai selaput membran pecah spontan. Jika terjadi sesak nafas
atau nyeri pada abdomen, terapi khusus diperlukan. Bed rest, diuretik dan air
serta diet rendah garam sangat efektif. Terapi indomethacin biasa
digunakan untuk mengatasi gejala-gejala yang timbul menyertai hidramnion.
Kramer dan koleganya (1994) melalui beberapa hasil penelitiannya membuktikan
bahwa indomethacin mengurangi produksi cairan dalam paru-paru atau meningkatkan
absorpsi, menurunkan produksi urine fetus dan meningkatkan sirkulasi cairan
dalam membran amnion. Dosis yang boleh diberikan 1,5-3 mg/Kg per hari. Tetapi
pada hidramnion berat maka penderita harus dirawat dan bila
keluhan terlalu hebat dapat dilakukan amniosentesis(pengambilan
sampel cairan ketuban melalui dinding abdomen). Prinsip dilakukan
amniosintesis adalah untuk mengurangi distress pada ibu. Selain itu, cairan
amnion juga bisa di tes untuk memprediksi kematangan paru-paru janin.
Pada masa persalinan
Bila tidak
ada hal-hal yang mendesak maka sikap kita adalah menunggu. Jika pada waktu
pemeriksaan dalam ketuban tiba-tiba pecah, maka untuk menghalangi air ketuban
mengalir keluar dengan deras, masukanlah tinju kedalam vagina sebagai tampon
beberapa lama supaya air ketuban keluar pelan-pelan. Maksudnya adalah supaya
tidak terjadi solusio plasenta, syok karena tiba-tiba perut kosong atau
perdarahan postpartum karena atonia uteri.
Pada masa
nifas
Observasi
perdarahan postpartum
3.
OLIGOHIDRAMNION
Oligohidramnion adalah suatu keadaan dimana air ketuban kurang dari
normal yaitu kurang dari 500 mL. Marks dan Divon (1992) mendefinisikan
oligohidramnion bila pada pemeriksaan USG ditemukan bahwa index kantong amnion
5 cm atau kurang dan insiden oligohidramnion 12% dari 511 kehamilan pada usia
kehamilan 41 minggu.
Etiologi
Penyebab pasti terjadinya oligohidramnion masih belum
diketahui. Beberapa keadaan berhubungan dengan oligohidramnion hampir selalu
berhubungan dengan obstruksi saluran traktus urinarius janin atau renal
agenesis.
Fetal
|
Maternal
|
Chromosomal
abnormalities
|
Uteroplacental
insufficiency
|
Congenital
anomalies
|
Hypertension
|
Growth
restriction
|
Preeclampsia
|
Postterm
pregnancy
|
Diabetes
|
Ruptured
membranes
|
|
Placenta
|
|
Abruptio
placenta
|
From Peipert
and Donnenfeld (1991)
Gambaran
klinis
·
Perut ibu kelihatan kurang membuncit
·
Denyut jantung janin sudah terdengar lebih dini dan
lebih jelas
·
Ibu merasa nyeri di perut pada setiap gerakan anak
·
Persalinan lebih lama dari biasanya
·
Sewaktu his/mules akan terasa sakit sekali
·
Bila ketuban pecah, air ketuban akan sedikit sekali
bahkan tidak ada yang keluar
Prognosis
Prognosis
oligohidramnion tidak baik terutama untuk janin. Bila terjadi kehamilan muda
akan mengakibatkan gangguan bagi pertumbuhan janin, bahkan bisa terjadifoetus
papyreceous, yaitu picak seperti kertas karena tekanan-tekanan. Bila
terjadi pada kehamilan lanjut akan terjadi cacat bawaan, cacat karena tekanan
atau kulit menjadi tebal dan kering. Selain itu, dapat mengakibatkan
kelainan musculoskeletal(sistem otot).
Oligohidramnion
yang berkaitan dengan PPROM pada janin yang kurang dari 24 minggu dapat
mengakibatkan terjadinya hipoplasia paru-paru. Ada tiga kemungkinan yang dapat
terjadi, yaitu:
·
Kompresi toraks, mengakibatkan pengembangan dinding
dada dan paru-paru terhambat
·
Terbatasnya pernapasan janin menurunkan pengembangan
paru-paru
·
Terganggunya produksi serta aliran cairan paru-paru
berakibat pada pertumbuhan dan perkembangan paru-paru
Penatalaksanaan
Penanganan
oligohidramnion bergantung pada situasi klinik dan dilakukan pada fasilitas
kesehatan yang lebih lengkap mengingat prognosis janin yang tidak baik.
Kompresi tali pusat selama proses persalinan biasa terjadi pada
oligohidramnion, oleh karena itu persalinan dengan sectio caesarea merupakan
pilihan terbaik pada kasus oligohidramnion. Selain itu, pertimbangan untuk
melakukan SC karena :
·
Index kantung amnion (ICA) 5 cm atau kurang
·
Deselerasi frekuensi detak jantung janin
·
Kemungkinan aspirasi mekonium pada kehamilan postterm.
Sumber :
Abdul bari,
Saifuddin. 2002. Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal dan
Neonatal.YBPSP. Jakarta
Aria wibawa
dept obstetri dan ginekologi FKUI-RSUPN CM
Cunningham,
F.G., Et all. 2005. William Obstetrics, 22nd edition. Chapter
21 Disorders of Aminic Fluid Volume. Pages 525-533. USA: McGRAW-HILL
Manuaba,
IBG. 1998. Ilmu Kebidanan dan Penyakit Kandungan dan Keluarga
Berencana. EGC. Jakarta
Mochtar,
Rustam. 1998. Sinopsis Obstetri Jilid 1. EGC. Jakarta
Varney,
Helen. 2000. Buku Saku Bidan. EGC. Jakarta
Winkjosastro, hanifa. 2005. Ilmu Kebidanan. 2006.
YBPSP. Jakart
SRI AGUSTINA DEWI, SST
0 Response to "kelainan air ketuban"
Posting Komentar