perdarahan kala III dan IV
MODUL
PERDARAHAN KALA III DAN KALA IV
Materi:
ASKEB IV
SRI AGUSTINA DEWI, SST
AKADEMI KEBIDANAN PELITA
PERSADA
JAKARTA
HAND OUT
Mata
Kuliah : ASKEB IV
Topik
: Perdarahan kala
III dan IV
Sub Topik :
Atonia Uteri, Retensio Plasenta dan Robekan Perineum
1.
Pengertian
2.
Faktor
predisposisi
3.
Tanda dan
gejala
4.
Penanganan
Waktu :
180 menit
Dosen :
Sri Agustina Dewi, SST
OPS :
Setelah mengikuti perkuliahan dan membaca handout ini diharapkan
mahasiswa mampu :
- Menjelaskan
pengertian Atonia uteri, Retensio plasenta dan Robekan perineum dengan
benar.
- Menjelaskan
faktor predisposisi Atonia Uteri, Retensio plasenta dan Robekan
perineum dengan benar.
- Menyebutkan
tanda dan gejala Atonia uteri, Retensio plasenta dan robekan perineum
dengan baik dan benar
- Menyebutkan
langkah–langkah penanganan Atonia uteri dan Retensio plasenta dengan benar
dan sistematis
PENDAHULUAN
Perdarahan
setelah melahirkan atau post partum hemorrhagic (PPH) adalah
konsekuensi perdarahan berlebihan dari tempat implantasi plasenta, trauma di
traktus genitalia dan struktur sekitarnya, atau keduanya.1
Diperkirakan
ada 14 juta kasus perdarahan dalam kehamilan setiap tahunnya paling sedikit
128.000 wanita mengalami perdarahan sampai meninggal. Sebagian besar kematian
tersebut terjadi dalam waktu 4 jam setelah melahirkan.2 Di Inggris (2000), separuh kematian ibu hamil
akibat perdarahan disebabkan oleh perdarahan post partum.1
Di
Indonesia, Sebagian besar persalinan terjadi tidak di rumah sakit, sehingga
sering pasien yang bersalin di luar kemudian terjadi perdarahan post partum
terlambat sampai ke rumah sakit, saat datang keadaan umum/hemodinamiknya sudah
memburuk, akibatnya mortalitas tinggi.3Menurut Depkes
RI, kematian ibu di Indonesia (2002) adalah 650 ibu tiap 100.000 kelahiran
hidup dan 43% dari angka tersebut disebabkan oleh perdarahan post
partum.2
Perdarahan pasca salin disebabkan oleh banyak
hal antara lain: Robekan jalan lahir, sisa plasenta, retensio plasenta, atonia
uteri dan kelainan pembekuan darah. Perdarahan pasca salin karena atonia uteri
merupakan penyebab terbanyak sedangkan robekan
jalan lahir merupakan penyebab kedua tersering dari perdarahan pascapersalinan.
Robekan dapat terjadi bersamaan dengan atonia uteri. Perdarahan pascapersalinan
dengan uterus yang berkontraksi baik biasanya disebabkan oleh robekan serviks
atau vagina.
Apabila terjadi perdarahan yang berlebihan
pasca persalinan harus dicari etiologi yang spesifik. Atonia uteri, retensio
plasenta (termasuk plasenta akreta dan variannya), sisa plasenta, dan laserasi
traktus genitalia merupakan penyebab sebagian besar perdarahan post partum.
Dalam 20 tahun terakhir, plasenta akreta mengalahkan atonia uteri sebagai
penyebab tersering perdarahan post partum yang keparahannya mengharuskan
dilakukan tindakan histerektomi. Laserasi traktus genitalia yang dapat terjadi
sebagai penyebab perdarahan post partum antara lain laserasi perineum, laserasi
vagina, cedera levator ani da cedera pada serviks uteri.1
TINJAUAN PUSTAKA
I. PERDARAHAN
POST PARTUM
Definisi
Perdarahan
post partum didefinisikan sebagai hilangnya 500 ml atau lebih darah setelah
anak lahir. Pritchard dkk mendapatkan bahwa sekitar 5% wanita yang melahirkan
pervaginam kehilangan lebih dari 1000 ml darah.
Epidemiologi
Perdarahan post partum dini jarang
disebabkan oleh retensi potongan plasenta yang kecil, tetapi plasenta yang
tersisa sering menyebabkan perdarahan pada akhir masa nifas.1 Kadang-kadang plasenta tidak segera terlepas.
Bidang obstetri membuat batas-batas durasi kala tiga secara agak ketat sebagai
upaya untuk mendefenisikan retensio plasenta shingga perdarahan akibat terlalu
lambatnya pemisahan plasenta dapat dikurangi. Combs dan Laros meneliti 12.275
persalinan pervaginam tunggal dan melaporkan median durasi kala III adalah 6
menit dan 3,3% berlangsung lebih dari 30 menit. Beberapa tindakan untuk
mengatasi perdarahan, termasuk kuretase atau transfusi, menigkat pada kala tiga
yang mendekati 30 menit atau lebih.1
Efek perdarahan banyak bergantung pada
volume darah pada sebelum hamil dan derajat anemia saat kelahiran. Gambaran
perdarahan post partum yang dapat mengecohkan adalah nadi dan tekanan darah
yang masih dalam batas normal sampai terjadi kehilangan darah yang sangat
banyak.1
Klasifikasi
Klasifikasi perdarahan postpartum :1,4,9
1. Perdarahan post partum primer / dini
(early postpartum hemarrhage), yaitu perdarahan yang terjadi
dalam 24 jam pertama. Penyebab utamanya adalah atonia uteri, retention
plasenta, sisa plasenta dan robekan jalan lahir. Banyaknya terjadi pada 2 jam
pertama
2. Perdarahan Post Partum Sekunder /
lambat (late postpartum hemorrhage), yaitu-perdarahan yang terjadi setelah 24 jam pertama.
Etiologi
Etiologi dari perdarahan post partum berdasarkan klasifikasi di atas,
adalah :1,9
a. Etiologi perdarahan postpartum dini :
1. ATONIA UTERI
a). Definisi
Atonia uteri didefinisikan sebagai
suatu kondisi kegagalan berkontraksi dengan baik setelah persalinan (Saifudin
AB, 2002). Sedangkan dalam sumber lain atonia didefinisikan sebagai
hipotonia yang mencolok setelah kelahiran placenta (Bobak, 2002). Dua definisi
tersebut sebenarnya mempunyai makna yang hampir sama, intinya bahwa atonia
uteri adalah tidak adanya kontraksi segera setelah plasenta lahir.
Pada kondisi normal setelah plasenta lahir, otot – otot
rahim akan berkontraksi secara sinergis. Otot – otot tersebut saling bekerja
sama untuk menghentikan perdarahan yang berasal dari tempat implantasi
plasenta. Namun sebaliknya pada kondisi tertentu otot – otot rahim tersebut
tidak mampu untuk berkontraksi / kalaupun ada kontraksi kurang kuat. Kondisi demikian akan menyebabkan perdarahan
yang terjadi dari tempat implantasi plasenta tidak akan berhenti dan akibatnya
akan sangat membahayakan ibu.
Sebagian besar perdarahan
pada masa nifas (75 – 80%) adalah akibat adanya atonia uteri. Sebagaimana kita
ketahui bahwa aliran darah uteroplasenta selama masa kehamilan adalah 500 – 800
ml / menit, sehingga bisa kita bayangkan ketika uterus itu tidak berkontraksi
selama beberapa menit saja, maka akan menyebabkan kehilangan darah yang sangat
banyak. Sedangkan volume darah manusia hanya
berkisar 5 – 6 liter saja.
b) Penyebab
Suatu
penyakit akan bisa ditangani dengan baik kalau diketahui penyebabnya. Dalam
kasus atonia uteri penyebabnya belum diketahui dengan pasti. Namun demikian ada
beberapa faktor predisposisi yang biasa dikenal.
Faktor – faktor
predisposisi tersebut antara lain :
a.
Distensi rahim yang
berlebihan
Penyebab
distensi uterus yang berlebihan antara lain :
1)
Kehamilan ganda
2)
Poli hidramnion
3)
Makrosomia janin
Peregangan
uterus yang berlebihan karena sebab – sebab tersebut akan mengakibatkan uterus
tidak mampu berkontraksi segera setelah plasenta lahir.
b.
Pemanjangan masa
persalinan (partus lama)
Pada
partus lama uterus dalam kondisi yang sangat lelah, sehingga otot- otot rahim
tidak mampu melakukan kontraksi segera setelah plasenta lahir.
c.
Grandemultipara
(Paritas 5 atau lebih)
Kehamilan seorang ibu yang berulang kali, maka uterus
juga akan berulang kali teregang. Hal
ini akan menurunkan kemampuan berkontraksi dari uterus segera setelah plasenta
lahir.
d.
Kehamilan dengan mioma
uterus
Mioma
yang paling sering menjadi penyebab perdarahan post partum adalah mioma intra
mular, dimana mioma berada di dalam miometrium sehingga akan menghalangi uterus
berkontraksi.
e.
Persalinan buatan (SC,
Forsep dan ekstraksi vakum).
f.
Persalinan lewat waktu
g.
Korioamnionitis yaitu
peradangan pada membrane fetalas
c)
Tanda dan gejala
Mengenal
tanda dan gejala sangat penting dalam penentuan diagnosa dan
penatalaksanaannya.
Tanda dan gejala
atonia uteri antara lain :
a.
Perdarahan pervaginam.
Perdarahan
yang terjadi pada kasus atonia sangat banyak dan darah tidak merembes.
Yang sering terjadi pada kondisi ini adalah darah keluar disertai gumpalan.
Hal ini terjadi karena tromboplastin sudah tidak mampu lagi sebagai anti
pembeku darah.
b.
Konsisitensi rahim
lunak
Gejala
ini merupakan gejala terpenting / khas atonia dan yang
membedakan atonia dengan penyebab perdarahan yang lainnya.
c.
Fundus uteri naik
d.
Terdapat tanda – tanda
syok
d) Penanganan atonia uteri
Penanganan
kasus atonia uteri harus secara benar, tepat dan cepat, mengingat akibat yang
akan terjadi jika tidak segera mendapat penanganan yang cepat dan tepat.
Seorang ibu bersalin akan kehilangan darah sangat banyak dalam beberapa menit saja uterus tidak
berkontraksi.
Langkah – langkah yang harus dilakukan dalam penanganan kasus atonia uteri
a.
Lakukan massage
uterus untuk mengeluarkan gumpalan darah.
b.
Bersihkan bekuan darah atau selaput ketuban dari vagina
c.
Periksa
kandung kemih ibu jika kandung kemih ibu bisa dipalpasi atau gunakan teknik
aseptic untuk memasang kateter ke dalam kandung kemih
d.
Lakukan kompresi bimanual interna (KBI) selama
maksimal 5 menit atau hingga perdarahan bisa dihentikan dan uterus berkontraksi
dengan baik.
Langkah
– langkah KBI :
-
Pakai sarung tangan DTT atau
steril, dengan lembut masukkan secara obstetric (menyatukan kelima ujung
jari) melalui introitus kedalam vagina ibu
-
Periksa vagina dan serviks. Jika ada selaput ketuban atau bekuan darah
pada kavum uteri, mungkin hal ini menyebabkan uterus tidak berkontraksi secara
penuh
-
Kepalkan tangan dalam dan tempatkan pada forniks anterior, tekan
dinding anterior uterus, kearah tangan luar yang menahan dan mendorong dinding
posterior uterus kearah depan sehingga uterus ditekan dari arah depan
kebelakang
-
Tekan kuat uterus diantara kedua tangan. Kompresi ini memberikan tekanan
langsung pada pembuluh darah terbuka (bekas implantasi plasenta) didinding
uterus dan juga merangsang miometrium untuk berkontraksi.
e.
Anjurkan
keluarga untuk mulai menyiapkan
rujukan
f.
Jika
perdarahan bisa dihentikan dan uterus berkontraksi baik :
·
Teruskan kompresi
bimanual interna selama 1-2 menit.
·
Keluarkan
tangan dengan hati – hati dari vagina.
·
Pantau
kala IV dengan seksama, termasuk sering melakukan massage, mengamati
perdarahan, tekanan darah dan nadi.
g.
Jika
perdarahan tidak terkendali dan uterus tidak berkontraksi dalam waktu 5 menit
setelah dimulainya kompresi bimanual interna :
·
Instruksikan
dan ajari salah satu keluarga untuk melakukan kompresi bimanual eksterna (KBE).
Langkah – langkah
KBE:
-
Letakkan
satu tangan pada dinding abdomen dan diding depan korpus uteri dan diatas
simfisis pubis
-
Letakkan
tangan lain pada dinding abdomen dan dinding belakang korpus uteri, sejajar
dengan dinding depan korpus uteri.
Usahakan untuk mencakup/memegang bagian belakang uterus seluas mungin.
-
Lakukan
kompresi uterus dengan cara saling
mendekatkan tangan depan dan
belakang agar pembuluh darah didalam anyaman
miometrium dapat dijepit secara manual. Cara ini dapat menjepit pembuluh
darah uterus dan membantu uterus untuk
berkontraksi
·
Keluarkan
tangan dari vagina dengan hati – hati.
·
Jika
tidak ada tanda hipertensi pada ibu, berikan metergin 0, 2 mg IM
·
Mulai
IV
ringer laktat 500 cc + 20 unit oksitosin menggunakan jarum berlubang besar ( 16
/ 18 G ) dengan teknik aseptic. Berikan 500 cc pertama
secepat mungkin dan teruskan dengan IV ringer laktat + 20 unit oksitosin yang
kedua.
ü
Jika
uterus tetap tidak berkontraksi
ü Ulangi
KBI
ü Jika
berkontraksi, lepaskan tangan anda perlahan – lahan dan pantau kala IV dengan seksama.
ü Jika uterus tidak berkontraksi, rujuk segera dimana
operasi dapat dilaksanakan
ü Dampingi ibu ketempat rujukan. Teruskan infuse dengan
kecepatan 500 cc / jam hingga ibu mendapatkan total 1, 5 liter dan kemudian
turunkan hingga 125 cc / jam.
·
Jika kompresi bimanual
tidak berhasil, coba lakukan kompresi
aorta.
·
Raba arteri femoralis
dengan ujung tangan kiri, pertahankan
·
Genggam tangan kanan
kemudian tekan pada daerah umbilikus, tegak lurus dengan sumbu badan.
·
Perkirakan jumlah darah
yang keluar dan cek dengan teratur nadi, pernafasan dan tekanan darah.
·
Buat dokumentasi dengan
cermat.
Faktor predisposisi terjadinya atoni uteri adalah :
§ Umur yang terlalu muda / tua
§ Prioritas sering di jumpai pada multipara
dan grande mutipara
§ Partus lama dan partus terlantar
§ Uterus terlalu regang dan besar misal pada
gemelli, hidromnion / janin besar
§ Kelainan pada uterus seperti mioma uteri,
uterus couveloair pada solusio plasenta
§ Faktor sosial ekonomi yaitu malnutrisi
Gejala Klinis:
- Uterus tidak berkontraksi dan lunak
- Perdarahan segera setelah plasenta dan janin
lahir (P3).
Pencegahan atonia uteri.
Atonia uteri dapat dicegah
dengan Managemen aktif kala III, yaitu pemberian oksitosin segera setelah bayi
lahir (Oksitosin injeksi 10U IM, atau 5U IM dan 5 U Intravenous atau 10-20 U
perliter Intravenous drips 100-150 cc/jam.
Pemberian oksitosin rutin pada kala III dapat mengurangi risiko perdarahan pospartum lebih dari 40%, dan juga dapat mengurangi kebutuhan obat tersebut sebagai terapi. Menejemen aktif kala III dapat mengurangi jumlah perdarahan dalam persalinan, anemia, dan kebutuhan transfusi darah.Oksitosin mempunyai onset yang cepat, dan tidak menyebabkan kenaikan tekanan darah atau kontraksi tetani seperti preparat ergometrin. Masa paruh oksitosin lebih cepat dari Ergometrin yaitu 5-15 menit.
BAGAN PENANGANAN ATONIA UTERI
|
||||
|
Ya
|
Tidak
|
ya
|
Tidak
|
ya
|
Tidak
|
Berhenti
|
Tetap
2. RETENSIO PLASENTA DAN SISA PLASENTA (PLACENTAL
REST)
Perdarahan postpartum dini dapat terjadi
sebagai akibat tertinggalnya sisa plasenta atau selaput janin. bila hal
tersebut terjadi, harus dikeluarkan secara manual atau di kuretase disusul
dengan pemberian obat-obat uterotonika intravena.9 Perlu
dibedakan antara retensio plasenta dengan sisa plasenta (rest placenta). Dimana
retensio plasenta adalah plasenta yang belum lahir seluruhnya dalam setengah
jam setelah janin lahir. Sedangkan sisa plasenta merupakan tertinggalnya bagian
plasenta dalam uterus yang dapat menimbulkan perdarahan post partum primer atau
perdarahan post partum sekunder.5
Sewaktu suatu bagian plasenta (satu atau lebih lobus) tertinggal, maka
uterus tidak dapat berkontraksi secara efektif dan keadaan ini dapat
menimbulkan perdarahan. Gejala dan tanda yang bisa ditemui adalah perdarahan
segera, uterus berkontraksi tetapi tinggi fundus tidak berkurang.6
Sebab-sebab plasenta belum lahir, bisa oleh karena:
1. Plasenta belum lepas dari dinding uterus
2. Plasenta sudah lepas akan tetapi belum
dilahirkan
Apabila plasenta belum lahir sama sekali, tidak terjadi perdarahan, jika
lepas sebagian terjadi perdarahan yang merupakan indikasi untuk
mengeluarkannya. Plasenta belum lepas dari dinding uterus bisa karena: 5
1. Kontraksi uterus kurang kuat untuk
melepaskan plasenta ( plasenta adhesiva)
2. Plasenta melekat erat pada dinding uterus
oleh sebab vili korialis menembus desidua sampai miometrium.
Plasenta yang sudah lepas dari dinding uterus akan tetapi belum keluar,
disebabkan tidak adanya usaha untuk melahirkan, atau salah penanganan kala
tiga, sehingga terjadi lingkaran konstriksi pada bagian bawah uterus yang
menghalangi keluarnya plasenta.5
Penanganan perdarahan postpartum yang disebabkan oleh sisa plasenta :9
§ Penemuan secara dini hanya mungkin dengan
melakukan pemeriksaan kelengkapan plasenta setelah dilahirkan. Pada kasus sisa
plasenta dengan perdarahan pasca persalinan lanjut, sebagian besar pasien akan
kembali lagi ke tempat bersalin dengan keluhan perdarahan
§ Berikan antibiotika, ampisilin dosis awal
1g IV dilanjutkan dengan 3 x 1g oral dikombinasikan dengan metronidazol 1g
supositoria dilanjutkan dengan 3 x 500mg oral.
§ Lakukan eksplorasi (bila servik terbuka)
dan mengeluarkan bekuan darah atau jaringan. Bila servik hanya dapat dilalui
oleh instrument, lakukan evakuasi sisa plasenta dengan AMV atau dilatasi dan
kuretase
§ Bila kadar Hb<8 gr% berikan transfusi
darah. Bila kadar Hb>8 gr%, berikan sulfas ferosus 600 mg/hari selama 10
hari. 5
TINDAKAN OPERATIF DALAM KALA URI
Tindakan operatif yang dapat dilakukan dalam kala uri persalinan adalah :7,8
A. PERASAT CREDE’7
Perasat crede’ bermaksud melahirkan plasenta yang belum terlepas dengan
ekspresi :
1. Syarat : Uterus berkontraksi baik dan
vesika urinaria kosong
2.
Teknik pelaksanaan
§ Fundus uterus dipegang oleh tangan kanan
sedemikian rupa, sehingga ibu jari terletak pada permukaan depan uterus
sedangkan jari lainnya pada fundus dan permukaan belakang. setelah uterus
dengan rangsangan tangan berkontraksi baik, maka uterus ditekan ke arah jalan
lahir. gerakan jari-jari seperti meremas jeruk. perasat Crede’ tidak boleh
dilakukan pada uterus yang tidak berkontraksi karena dapat menimbulkan
inversion uteri
§ Perasat Crede’ dapat dicoba sebelum
meningkat pada pelepasan plasenta secara manual.
B. MANUAL PLASENTA
Indikasi
Indikasi pelepasan plasenta secara manual adalah pada keadaan perdarahan
pada kala tiga persalinan kurang lebih 400 cc yang tidak dapat dihentikan
dengan uterotonika dan masase, retensio plasenta setelah 30 menit anak lahir,
setelah persalinan buatan yang sulit seperti forsep tinggi, versi ekstraksi, perforasi,
dan dibutuhkan untuk eksplorasi jalan lahir dan tali pusat putus.7
Teknik Plasenta Manual
Sebelum dikerjakan, penderita disiapkan pada posisi litotomi. Keadaan umum
penderita diperbaiki sebesar mungkin, atau diinfus NaCl atau Ringer Laktat.
Anestesi diperlukan kalau ada constriction ring dengan
memberikan suntikan diazepam 10 mg intramuskular. Anestesi ini berguna untuk
mengatasi rasa nyeri. Operator berdiri atau duduk dihadapan vulva dengan salah
satu tangannya (tangan kiri) meregang tali pusat, tangan yang lain (tangan
kanan) dengan jari-jari dikuncupkan membentuk kerucut.8
Gambar 1. Meregang tali pusat dengan jari-jari membentuk
kerucut
Dengan ujung jari menelusuri tali pusat sampai plasenta. Jika pada waktu
melewati serviks dijumpai tahanan dari lingkaran kekejangan (constrition
ring), ini dapat diatasi dengan mengembangkan secara perlahan-lahan jari
tangan yang membentuk kerucut tadi. Sementara itu, tangan kiri diletakkan di
atas fundus uteri dari luar dinding perut ibu sambil menahan atau mendorong
fundus itu ke bawah. Setelah tangan yang di dalam sampai ke plasenta,
telusurilah permukaan fetalnya ke arah pinggir plasenta. Pada perdarahan kala
tiga, biasanya telah ada bagian pinggir plasenta yang terlepas.8
Gambar 2. Ujung jari menelusuri tali pusat, tangan kiri
diletakkan di atas fundus
Melalui celah tersebut, selipkan bagian ulnar dari tangan yang berada di
dalam antara dinding uterus dengan bagian plasenta yang telah terlepas itu.
Dengan gerakan tangan seperti mengikis air, plasenta dapat dilepaskan
seluruhnya (kalau mungkin), sementara tangan yang di luar tetap menahan fundus
uteri supaya jangan ikut terdorong ke atas. Dengan demikian, kejadian robekan
uterus (perforasi) dapat dihindarkan.8
Gambar 3. Mengeluarkan plasenta
Setelah plasenta berhasil dikeluarkan, lakukan eksplorasi untuk mengetahui
kalau ada bagian dinding uterus yang sobek atau bagian plasenta yang tersisa.
Pada waktu ekplorasi sebaiknya sarung tangan diganti yang baru. Setelah
plasenta keluar, gunakan kedua tangan untuk memeriksanya, segera berikan
uterotonik (oksitosin) satu ampul intramuskular, dan lakukan masase uterus.
Lakukan inspeksi dengan spekulum untuk mengetahui ada tidaknya laserasi pada
vagina atau serviks dan apabila ditemukan segera di jahit.8
C. EKSPLORASI
KAVUM UTERI
Indikasi
Persangkaan tertinggalnya jaringan plasenta (plasenta lahir tidak lengkap),
setelah operasi vaginal yang sulit, dekapitasi, versi dan ekstraksi, perforasi
dan lain-lain, untuk menetukan apakah ada rupture uteri. Eksplosi juga dilakukan
pada pasien yang pernah mengalami seksio sesaria dan sekarang melahirkan
pervaginam.7
Teknik Pelaksanaan
Tangan masuk
secara obstetric seperti pada pelepasan plasenta secara manual dan mencari sisa
plasenta yang seharusnya dilepaskan atau meraba apakah ada kerusakan dinding
uterus. untuk menentukan robekan dinding rahim eksplorasi dapat dilakukan
sebelum plasenta lahir dan sambil melepaskan plasenta secara manual. 7
3. EMBOLI AIR KETUBAN
Emboli
air ketuban menimbulkan syok yang sangat mendadak dan biasanya berakhir dengan
kematian. Dengan mendadak penderita menjadi gelisah, sesak nafas, kejang-kejang
dan meninggal kemudian. Emboli air ketuban terjadi pada his yang kuat dengan
ketuban yang biasanya sudah pecah. Karena his kuat, air ketuban dengan
mekonium, rambut lanuago dan vernik kaseosa masuk kedalam sinus-sinus dalam
dinding uterus dan dibawa ke paru-paru. Pada syok karena emboli air ketuban
sering ditemukan gangguan dalam pembekuan darah
1. Definisi
Emboli cairan
ketuban merupakan sindrom dimana setelah sejumlah besar cairan ketuban memasuki
sirkulasi darah maternal , tiba – tiba terjadi gangguan pernafasan yang akut dan shock 25% wanita yang
menderita keadaan ini meninggal dunia
dalam waktu 1 jam . Emboli cairan ketuban jarang dijumpai , kemungkinan banyak kasus tidak terdiagnosa , diagnosa yang
dibuat adalah Shocikk obstetric ,perdarahan post partum atau edema
pulmoner akut.Cara masuknya cairan ketuban:
Dua tempat utama masuknya cairan ketuban kedalam sirkulasi darah
maternaladalalah vena endocervical ( yang dapat terobek sekalipun pada
persalinan normal )dan daerah utero plasenta.Ruputra uteri meningkat
kemungkinan masuknya cairan ketuban . Abruption plasenta merupakan peristiwa
yang sering di jumpai, kejadian ini mendahului atau bersamaan dengan episode
emboli.
2. Etiologi
a. Faktor predisposisi ;
- Multi paritas
- Usia lebih dari 30 thn
- Janin yang besar
- Kematian janin intrauterine
- Meconium dalam cairan ketuban
- Kontraksi uterus yang kuat .
- Insidensi yang tinggi kelahiran dengan operasi.
3. Gambaran
klinis :
Shock yang dalam yang terjadi secara tiba – tiba tanpa diduga pada
wanitayang proses persalinanya sulit atau baru saja menyelesaikan persalinan
yang sulit .Khususnya kalau wanita itu mulipara berusia lanjut dengan janin
yang amat besar ,mungkin sudah meningal dengan meconium dalam cairan ketuban,
harusmenimbulkan kecurigaan, pada kemungkinan ini ( emboli cairan ketuban). ika
sesak juga didahului dengan gejala
mengigil yang diikuti dyspnea , vomitus , gelisah , dlldisertai penurunan
tekanan darah yang cepat serta denyut nadi yang lemah dan cepat.Maka gambaran
tersebut menjadi lebih lengkap lagi . Jika sekarang dengan cepattimbul edema
pulmoner padahal sebelumnya tidak terdapat penyakit jantung ,diagnosa emboli
cairan ketuban jelas sudah dapat dipastikan.Pada uraian ini tidak ada lagi yang
ditambahkan kecuali hasil pemeriksaanselanjutnya menunjukkan bahwa gambaran
tersebut biasanya disertai kegagalankoagulasi darah pasien dan adanya
perdarahan dari tempat plasenta.
4. Tanda dan gejala embolisme
cairan amnion ( Fahy , 2001 ), antara lain:
a. Hipotensi
( syok ), terutama disebabkan reaksi anapilactis terhadap adanyabahan-bahan air
ketuban dalam darah terutama emboli meconium bersifat lethal
b. Gawat janin ( bila janin belum dilahirkan
)
c. Edema
paru atau sindrom distress pernafasan dewasa.
d. Henti
kardiopulmonere.
e. Sianosisf.
f. Koagulopatig.
g. Dispnea
/ sesak nafash.
h. Kejang
5. Patogenesis
Mekanisme yang tepat tidak diketahui
Dikemukakan dua buah teori :
1. Adanya
blokade mekanis yang amat besar pada pembuluh darah pulmonalisoleh embali
partikel bahan dalam cairan ketuban , khususnya meconium.
2. Adanya
reaksi anafilaktik terhadap partikel bahan tersebut.
Tiga aspek utama pada sindrom ini mungkin
dihasilkan oleh gabungan prosesmekanis dan spastik :
1. Penurunan
mendadak jumlah darah yang kembali ke jantung kiri danberkurangnya output
ventrikel kiri yang menimbulkan kolaps pembulu darahtepi .
2 . Hipertensi
pulmoner yang akut , jantung pulmonel dan dekompensasi jantungkanan menghasilkan
edema perifer .
3. Aliran darah yang tidak tertaur dengan
kekacauan ratio ventrikel / perfusimembawa anoksemia dan hipoksia jaringan .
Hal ini dapat menjalankan terjadinya cyanosis , kegelisahan , konvulsi dan
koma. Pasien dengan kecurigaan emboli cairan ketuban .
6. Faktor Resiko
Antara lain:
1. Kehamilan multipara
2. Persalinan
yang cepat
3. Stimulasi oxytosin
4. Overstimulasi rahim
5. Manipulasi rahim.
Faktor-faktor predisposisi , meliputi
1. Kelahiran yang tergesa– gesa
2. Multiparitas
3. Kematian janin intrauteri .
4. Meconium dalam cairan amnion.
5. Kelahiran operatif dan plasenta previa.
Kemungkinan emboli air ketuban terjadi
kalau:
1. Ketuban sudah pecah
2. His kuat
3. Pembuluh darah yang terbuka ( SC, ruptura uteri ).
7. Pemeriksaan .
1. Paru-paru, hasil pemeriksaan yang
bermakna antara lain :
a. Edema
b. Perdarahan alveolar
c. Emboli yang tersusun dari partikel bahan dalam cairan
ketuban ( skuama ,debris amorf, mucin , vernix dan lanugo )
d. Pembuluh darah pulmonalis yang berdilatasi pada daerah
embolisasi.
2. Jantung
a. Jantung sisi kanan acapkali berdilatasi .Parah yang
diaspirasi daari sisikanan tersebut memperhatikan adanya elemen – elemen cairan
ketuban
3. Gangguan koagulasi
Perdarahan yang
terjadi adalah akibat kegagalan koagulasi danmenurunkan tonus utrus .Faktor
yang mungkin menyebabkan gagalnya proseskoagulasi adalah pelepasan
tromboplastin ke dalam sirkulasi darah yang menimbulkan “ disseminated intro
vascular coagulation “ serta diikuti oleh hipofribrinogenemia dan menghasilkan
produk degradasi fibrin .Umumnya dijumpai atonia uteri tetapi sebab yang tepat
tidak diketahui
4. LASERASI JALAN LAHIR :
Robekan jalan lahir
merupakan penyebab kedua tersering dari perdarahan postpartum. Robekan dapat
terjadi bersamaan dengan atonia uteri. Perdarahan postpartum dengan uterus yang
berkontraksi baik biasanya disebabkan oleh robelan servik atau vagina.
- Robekan Serviks
Persalinan Selalu
mengakibatkan robekan serviks sehingga servik seorang multipara berbeda dari
yang belum pernah melahirkan pervaginam. Robekan servik yang luas menimbulkan
perdarahan dan dapat menjalar ke segmen bawah uterus. Apabila terjadi
perdarahan yang tidak berhenti, meskipun plasenta sudah lahir lengkap dan
uterus sudah berkontraksi dengan baik, perlu dipikirkan perlukaan jalan lahir,
khususnya robekan servik uteri
- Robekan Vagina
Perlukaan vagina yang tidak
berhubungan dengan luka perineum tidak sering dijumpai. Mungkin ditemukan
setelah persalinan biasa, tetapi lebih sering terjadi sebagai akibat ekstraksi
dengan cunam, terlebih apabila kepala janin harus diputar. Robekan terdapat
pada dinding lateral dan baru terlihat pada pemeriksaan speculum.
- Robekan Perineum
Robekan perineum terjadi
pada hampir semua persalinan pertama dan tidak jarang juga pada persalinan berikutnya.
Robekan perineum umumnya terjadi digaris tengah dan bisa menjadi luas apabila
kepala janin lahir terlalu cepat, sudut arkus pubis lebih kecil daripada biasa,
kepala janin melewati pintu panggul bawah dengan ukuran yang lebih besar
daripada sirkum ferensia suboksipito bregmatika
Definisi
Robekan perineum adalah laserasi disekitar
jaringan perineum yang terjadi selama kelahiran bayi.
Gejala dan tanda robekan jalan lahir yang
selalu ada
· Perdarahan segera
· Darah segar yang mengalir segera setelah bayi
lahir
· Uterus berkontraksi baik
· Plasenta lengkap
Gejala dan tanda robekan jalan lahir yang
kadang – kadang ada
· Pucat
· Lemah
· Menggigil
Jenis Robekan
Perineum
Robekan perineum diklasifikasikan menurut
luasnya jaringan dan struktur yang rusak, antara lain :
1. Derajat I
Struktur
yang rusak antara lain :
·
Mukosa Vagina
·
Forchete posterior
·
Kulit perineum
2. Derajat II
laserasi terjadi pada :
·
Mukosa Vagina
·
Forchete posterior
·
Kulit perineum
·
Otot perineum
3. Derajat III
Laserasi yang luas, sampai sfingter ani
·
3a. < 50 % ketebalan sfingter ani
·
3b. > 50 % ketebalan sfingter ani
·
3c. Hingga sfingter ani
4. Derajat IV
Laserasi yang ekstrim dan luas, meliputi :
- Mukosa vagina
- Forchete
posterior
- Kulit perineum
- Otot perineum
- Otot sfingter
ani
- Dinding depan
rektum
Robekan perineum, vagina serviks, forniks dan rahim. Dapat menimbulkan perdarahan yang banyak apabila tidak segera di reparasi.
5. INVERSIO UTERI
Gambar 1. Reposisi
Inversio Uteri.
( a ) Inversio uteri
total ( b ) Reposisi uterus melalui servik. ( c ) Restitusi uterus
Inversio uteri adalah keadaan dimana fundus uteri terbalik sebagian atau seluruhnya
masuk ke dalam kavum uteri.
Pembagian
inversio uteri :
1. Inversio
uteri ringan : fundus uteri terbalik menonjol ke dalam kavum uteri namun belum
keluar dari ruang ronggarahim.
2. Inversio
uteri sedang : terbalik dan sudah masuk ke dalam vagina.
3. Inversio
uteri berat : uterus dan vagina semuanya terbalik dan sebagian sudah keluar
vagina.
Penyebab
inversio uteri :
1.
Spontan : grande multipara, atoni uteri, kelemahan alat kandungan,
tekananintra abdominal yang tinggi (mengejan dan batuk)
2.
Tindakan : cara Crade yang berlebihan,tarikan tali pusat, manual plasenta
yang dipaksakan, perlekatan plasenta pada dinding rahim.
Faktor-faktor
yang memudahkanterjadinya inversio uteri :
1. Uterus yang
lembek, lemah, tipisdindingnya.
2. Tarikan tali
pusat yang berlebihan.
3. Patulous
kanalis servikalis.Frekuensi inversio uteri : angka kejadian 1: 20.000
persalinan.
Diagnosis dan
gejala klinis inversio uteri:
1. Dijumpai pada
kala III atau post partum dengan gejala nyeri yang hebat, perdarahan yang
banyak sampai syok. Apalagi bila plasenta masih melekat dansebagian sudah ada
yang terlepas dandapat terjadi strangulasi dan nekrosis.
2. Pemeriksaan
dalam : ± Bila masih inkomplit maka pada daerah simfisis uterus teraba fundus
uteri cekung ke dalam. ± Bila komplit, di atas simfisis uterus teraba kosong
dan dalam vagina teraba tumor lunak. ± Kavum uteri sudah tidak ada (terbalik).
Penanganan
inversio uteri :
1. Pencegahan : hati-hati dalam memimpin
persalinan, jangan terlalu mendorong rahim atau melakukan perasat Crede
berulang-ulang dan hati-hatilah dalam menarik tali pusat serta melakukan
pengeluaran plasenta dengan tajam.
2. Bila telah
terjadi maka terapinya : ± Bila ada perdarahan atau syok, berikan infus dan
transfusi darah serta perbaiki keadaan umum. ± Segera itu segera lakukan reposisi
kalau perlu dalam narkosa. ± Bila tidak berhasil maka lakukantindakan operatif
secara per abdominal(operasi Haultein) atau per vaginam(operasi menurut
Spinelli). ± Di luar rumah sakit dapat dibantu dengan melakukan reposisi ringan
yaitu dengan tamponade vaginal lalu berikan antibiotik untuk mencegah infeksi.
Definisi: (Menurut
dr. Ida Bagus GdeManuaba, SpOG) Inversio uteri merupakan keadaan dimana fundus
uteri masuk kedalam kavum uteri,dapat secara mendadak atau perlahan. Kejadian
ini biasanya disebabkan pada saat melakukan persalinan plasenta secara Crede,
dengan otot rahim belum berkontraksi dengan baik. Inversio uteri memberikan
rasa sakit yang dapat menimbulkan keadaan syok.
Inversio uteri
dibagi atas 3 keadaan :
1. Inversio
uteri complete Keadaan dimana uterus terputar balik sehingga fundus uteri
terdapat dalam vagina dengan selaput lendirnya sebelah luar.
2. Inversio
uteri incomplete Keadaan dimana fundus menekuk kedalalm dan tidak keluar ostium
uteri.
3. Inversio
prolaps
Keadaan dimana
uterus yang berputar balik itu keluar
dari vulva.
Penyebab
Tiga faktor diperlukan untuk terjadinya inversio
uteri :
1. Tonus otot
yang lemah
2. Tekukan atau
tarikan pada fundus(tekanan intraabdominal, tekanandengan tangan, tarikan pada
tali pusat)
3. Canalis
servicalis yang longgar Maka inversio uteri dapat terjadi waktu batuk, bersih
atau mengejan, juga karena prasat crade (Obstetri Patologi Fak.Kedokteran,
UNPAD).
Gejala
1. Shock
2. Fundus uteri sama sekali tidak atau teraba
tekukan pada fundus
3. Kadang-kadang
tampak sebuah tumor yang merah diluar vulva ialah fundus uteri yang terbalik
atau teraba tumor dalam vagina
4. Perdarahan
Diagnosis
Diagnosis tidak sukar dibuat jika diingat kemungkinan inversio uteri. Pada
penderita dengan syok, perdarahan, dan fundus uteri tidak ditemukan pada
tempatyang lazim pada kala III atau setelah persalinan selesai. Pemeriksaan
dalam dapat menunjukan tumor yang lunak diatasserviks uteri atau dalam vagina
sehingga diagnosis inversio uteri dapat dibuat.Pada Mioma uteri submucosam yang
lahir dalam vagina terdapat pula tumor yang serupa akan tetapi fundus uteri
ditemukan dalam bentuk dan pada tempat biasa.Sedang konsistensi Mioma lebih
keras daripada corpus uteri setelah persalinan. Selanjutnya jarang sekali
Miomasubmukosam ditemukan pada persalinan cukup bulan atau hampir cukup bulan.
Penanganan (Abdul
Bari Saifudin, Buku panduan praktis pelayanan kes. Materi Neonatal)
1.
Kaji ulang indikasi
2.
Kaji ulang prinsip dasar perawatan dan pasang infus
3.
Berikan petidin dan diasepam IVdalam semprit berbeda secara berlahan-lahan,
atau Anastesiumum jika diperlukan.
4.
Basuh uterus dengan larutan Antiseptik dan tutup dengan kain basah (dengan
Nacl hangat)menjelang operasi.
PENCEGAHAN INVERSI
SEBELUM TINDAKAN KOREKSI MANUAL
1. Pasang sarung tangan DTT
2. Pegang uterus
pada daerah insersitali pusat dan masukkan kembali melalui serviks. Gunakan
tanganlain untuk membantu menahan uterus didinding abdomen. Jika plasenta belum
lepas, lakukan plasenta manual setelah tindakan koreksi
3. Jika koreksi
manual tidak berhasil,lakukan koreksi hidrostatistik
KOREKSI
HIDROSTATIK
1. Pasien dalam posisi terdelenbung dengan
kepala lebih rendah sekitar 50 cm dari perineum
2. Siapkan
sistem bilas yang sudah disinfeksi berupa selang 2m berujung penyemprot
berlubang besar, selang disambung dengan tabung berisi air hangat 3-5 l (atau
Nacl / infus lain) dan dipasang setinggi 2 m
3. Identifikasi forniks posterior
4. Pasang ujung
selang douche pada forniks posterior sampai menutup labla sekitar ujung selang
dengan tangan
5. Guyur air
dengan leluasa agar menekan uterus keposisi semula.
KOREKSI MANUAL
dengan ANASTESIA UMUM
Jika koreksi
hidrostatik gagal, upayakan reposisi dalam anastesia umum haloton merupakan
pilihan untuk relaksasi uterus.
KOREKSI
KOMBINASI ABDOMINAL ± VAGINAL
1. Kaji ulang
indikasi
2. Kaji ulang
prinsip dasar perawatanoperatif
3.Lakukan insisi dinding abdomen sampai poritenium dan singkirkan usus
dengan kasa. Tampak uterus berupa lekukan.
4. Dengan jari tangan lakukan delatasi cincin konstriksi serviks.
5. Pasang tenakulum melalui cincin serviks pada fundus
6. Lakukan tarikan/traksi ringan pada fundus sementara asisten melakukan
koreksi manual melalui vagina
7. Jika tindakan traksi gagal, lakukan insisi cincin konstriksi serviks di
belakang untuk menghindari resiko cedera kandung kemih. Ulang tindakan
dilatasi, pemasangan tenakulum dan traksi fundus
8. Jika koreksi berhasil, tutup dinding abdomen setelah melakukan
9. Jika ada infeksi, pasang drain karet.
PERAWATAN PASCA
TINDAKAN
1. Jika inversi
sudah diperbaiki, berikan infus oksitoksin 20 unit dalam 500 ml IV(Nacl 0,9 %
atau Ringer Lactat) 10tetes/menit :
a. Jika dicurigai terjadi perdarahan,
berikan infus sampai dengan 60 tetes permenit.
b. Jika kontraksi uterus kurang baik,
berikan ergometrin 0,2 mg atau prestaglandin
2. Berikan
Antibiotika proflaksis dosistunggal :
a. Ampisilin 2 gr IV dan metronidazol500mg
IV
b. Sefazolin 1 gr IV dan metranidazol
500mg IV
3. Lakukan
perawatan pasca bedah jika dilakukan koreksi kombinasi abdominal vaginal
4. Jika ada tanda
infeksi berikan antibiotika kombinasi sampai pasien bebasdemam 48 jam :
a. Ampisilin 2 gr IV tiap 6 jam
b. Gestamin 5 mg/kg berat badan IV
setiap24 jam
c. Metranidazol
500mg IV setiap 8 jam
5. Berikan
analgesif jika perlu
6. SYOK OBSTETRI
a. Pengertian
Syok obstetri adalah keadaan
syok pada kasus obstetri yang kedalamannya tidak sesuai dengan perdarahan yang
terjadi.
Dapat dikatakan bahwa syok
yang terjadi karena kombinasi:
• akibat perdarahan,
• akibat nyeri.
Syok adalah ketidak seimbangan
antara volume darah yang beredar dan ketersediaan sistem vascular bed sehingga
menyebabkan terjadinya:
1. Hipotensi.
2. Penurunan atau
pengurangan perfusi jaringan atau organ.
3. Hipoksia sel.
4. Perubahan metabolisme
aerob menjadi anaerob.
Dengan demikian, dapat
terjadi kompensasi peningkatan detak jantung akibat menurunnya tekanan darah
menuju jaringan.
Jika ketidakseimbangan
tersebut terus berlangsung, akan terjadi:
1. Semakin menurunnya aliran
02 dan nutrisi menuju jaringan.
2. Ketidakmampuan sistem
sirkulasi unruk mengangkut CO2 dan hasil maabolisme lainnya sehingga terjadi
timbunan asam laktat dan asam piruvat di jaringan tubuh dan menyebabkan
asidosis metabolik.
3. Rendahnya aliran 02
menuju jaringan akan menimbulkan metabolisme anaerob yang akan menghasilkan
produk samping:
a. Timbunan asam laktat
b. Timbunan asam piruvat
Dampak gagalnya siklus Kreb
adalah hipoksia sel yang terlalu lama yang menyebabkan terjadinya kerusakan
pada sistem enzim sel dan metabolisme sel.
B. Klasifikasi Syok
1. Syok hipovolemik
a Syok akibat Perdarahan:
Pada obstetri disebabkan
oleh:
• Perdarahan pada abortus
• Perdarahan antepartum
- Plasenta
previa
- Solusio
plasenta
• Perdarahan postpartum
• Perdarahan akibat trauma
jalan lahir
- Perdarahan
pada ruptur serviks
- Perdarahan robekan
vagina
- Perdarahan
ruptur uteri’
- Perdarahan
operasi obstetri
Pada Ginekologi:
• Perdarahan disfungsional
uteri
• Perdarahan pada hamil
ektopik
• Perdarahan pada keganasan
• Perdarahan pada ovarium
• Perdarahan pada operasi
ginekologi
b. Syok akibat kehilangan
cairan
• Hiperemesis gravidarum
• Kehilangan cairan akibat
-Diare
-Pemakaianobat
diuretik
• Syok akibat pengeluaran
cairan asites yang terIalu banyak dan mendadak
c. Supine hypotensive
syndrome
• Syok berkaitan dengan
kompresi uterus pada vena cava inferior sehingga aliran darah yang menuju
atrium kanan berkurang.
d. Syok berkaitan dengan
disseminated intravascular coagulation.
• Emboli air ketuban
• Syok karena terdapat IUF
dead
2. Syok sepsis (endatoxin
shock)
a. Infeksi dengan masuknya
endotoksin yang berasal dari dinding bakteri gram-negatif.
b. Endotoksin dapat
menimbulkan mata rantai gangguan pada berbagai organ sehingga menimbulkan
sindrom Syok sepsis.
c. Komplikasi yang paling
sering berkaitan dengan syok sepsis:
• Abortus infeksius
• Korioamnionitis
• Pielonefritis
• Endometritis postpartum
3. Syok kardiogenik
a. Kegagalan ventrikel kiri
• Akibat cardiac arrest atau
ventrikel fibrilasi
• Infark miokard
b. Kegagalan pengisian
vanrikel kiri:
• Tamponade jantung–akibat
emboli pada jantung
• Emboli paru
- Lepasnya embolus dari
flebitis interna.
- Pada operasi ekstensif
pelvis–operasi radikal.
4. Syok neurogenik
a. Akibat zat kimia–aspirasi
dari cairan atau isi lambung.
b. Akibat
obat-obatan–anestesi spinal.
c. Inversio uteri—kolaps
vasomotor.
d. Gangguan
eiektrolit–hiponatremia–kekurangan ion Na.
Syok Hemoragik
Etiologi
Syok hemoragik pada pasien obstetrik/ginekologik dapat
terjadi karena perdarahan akibat abortus, kehamilan ektopik terganggu, cedera
pada pembedahan, perdarahan antepartum, perdarahan postpartum atau koagulopati. 11
Klasifikasi
1.
Syok
ringan, terjadi kalau perdarahan kurang dari 20% volume darah. timbul,
penurunan perfusi jaringan dan organ non vital. Tidak terjadi perubahan
kesadaran, volume urin yang keluar normal atau sedikit berkurang, dan mungkin
(tidak selalu terjadi asidosis metabolik).
2.
Syok
sedang, sudah terjadi penurunan perfusi pada organ yang tahan terhadap iskemia
waktu singkat (hati, usus, dan ginjal). Sudah timbul oliguri (urin <0,5
ml/kg BB/Jam) dan asidosis metabolik, tetapi kesadaran masih baik
3.
Syok
berat, perfusi dalam jaringan otak dan jantung sudah tidak adekuat. mekanisme
kompensasi vasokonstriksi pada organ lainnya sudah tidak dapat mempertahankan
perfusi di dalam jaringan otak dan jantung. sudah terjadi anuria, penurunan
kesadaran (delirium, stupor, koma) dan sudah ada gejala hipoksia jantung. 11
Patofisiologi
Pada syok ringan terjadi penurunan perfusi darah tepi
pada organ yang dapat bertahan lama terhadap iskemia (kulit, lemak, otot, dan
tulang). pH arteri normal. Pada syok sedang terjadi penurunan perfusi sentral
pada organ yang hanya tahan terhadap iskemia waktu singkat (hati, usus, dan
ginjal) terjadi asidosis metabolik. Pada syok berat sudah terjadi penurunan
perfusi pada jantung dan otak, asidosis metabolic berat, dan mungkin terjadi
pula asidosis respiratorik. 11
Gejala Klinik
1.
Syok
ringan, takikardi minimal, hipotensi sedikit, vasokonstriksi darah tepi ringan,
kulit dingin, pucat, basah. urin normal/ sedikit berkurang. keluhan merasa dingin
2.
Syok
sedang, takikardi 100-120 permenit, hipotensi dengan sistolik 90-100 mmHg,
oliguri/ anuria. keluhan haus
3.
Syok
berat, takikardi lebih dari 120 permenit, hipotensi dengan sistolik <60
mmHg, pucat, anuri, agitasi, kesadaran menurun. 11
7. Diagnosis
Untuk membuat diagnosis perdarahan
postpartum perlu diperhatikan ada perdarahan yang menimbulkan hipotensi dan
anemia. apabila hal ini dibiarkan berlangsung terus, pasien akan jatuh dalam
keadaan syok. perdarahan postpartum tidak hanya terjadi pada mereka yang
mempunyai predisposisi, tetapi pada setiap persalinan kemungkinan untuk
terjadinya perdarahan postpartum selalu ada. 9
Perdarahan yang terjadi dapat deras atau
merembes. perdarahan yang deras biasanya akan segera menarik perhatian,
sehingga cepat ditangani sedangkan perdarahan yang merembes karena kurang
nampak sering kali tidak mendapat perhatian. Perdarahan yang bersifat merembes
bila berlangsung lama akan mengakibatkan kehilangan darah yang banyak. Untuk
menentukan jumlah perdarahan, maka darah yang keluar setelah uri lahir harus
ditampung dan dicatat. 9
Kadang-kadang perdarahan terjadi tidak
keluar dari vagina, tetapi menumpuk di vagina dan di dalam uterus. Keadaan ini
biasanya diketahui karena adanya kenaikan fundus uteri setelah uri keluar.
Untuk menentukan etiologi dari perdarahan postpartum diperlukan pemeriksaan
lengkap yang meliputi anamnesis, pemeriksaan umum, pemeriksaan abdomen dan
pemeriksaan dalam. 9
Pada atonia uteri terjadi kegagalan
kontraksi uterus, sehingga pada palpasi abdomen uterus didapatkan membesar dan
lembek. Sedangkan pada laserasi jalan lahir uterus berkontraksi dengan baik
sehingga pada palpasi teraba uterus yang keras. Dengan pemeriksaan dalam
dilakukan eksplorasi vagina, uterus dan pemeriksaan inspekulo. Dengan cara ini
dapat ditentukan adanya robekan dari serviks, vagina, hematoma dan adanya
sisa-sisa plasenta.9
Pencegahan dan Penanganan
Cara yang terbaik untuk mencegah
terjadinya perdarahan post partum adalah memimpin kala II dan kala III
persalinan secara lega artis. Apabila persalinan diawasi oleh seorang dokter
spesialis obstetrik dan ginekologi ada yang menganjurkan untuk memberikan
suntikan ergometrin secara IV setelah anak lahir, dengan tujuan untuk
mengurangi jumlah perdarahan yang terjadi.9
Penanganan umum pada perdarahan post partum :10
§ Ketahui dengan pasti kondisi pasien sejak
awal (saat masuk)
§ Pimpin persalinan dengan mengacu pada
persalinan bersih dan aman (termasuk upaya pencegahan perdarahan pasca
persalinan)
§ Lakukan observasi melekat pada 2 jam
pertama pasca persalinan (di ruang persalinan) dan lanjutkan pemantauan
terjadwal hingga 4 jam berikutnya (di ruang rawat gabung).
§ Selalu siapkan keperluan tindakan gawat
darurat
§ Segera lakukan penlilaian klinik dan upaya
pertolongan apabila dihadapkan dengan masalah dan komplikasi
§ Atasi syok
§ Pastikan kontraksi berlangsung baik
(keluarkan bekuan darah, lakukam pijatan uterus, berikan uterotonika 10 IU IM
dilanjutkan infus 20 IU dalam 500cc NS/RL dengan 40 tetesan permenit.
§ Pastikan plasenta telah lahir dan lengkap,
eksplorasi kemungkinan robekan jalan lahir.
§ Bila perdarahan terus berlangsung, lakukan
uji beku darah.
§ Pasang kateter tetap dan lakukan
pemantauan input-output cairan
§ Cari penyebab perdarahan dan lakukan
penangan spesifik.
DAFTAR PUSTAKA
1.
Cunningham
FG, Leveno KJ, Bloom SL, Hauth JC, Gilstrap III LC, Wenstrom KD. Uterine Leiomyomas. In : Williams Obstetrics. 22ndedition. Mc Graw-Hill.
New York : 2005.
2.
Sheris
j. Out Look : Kesehatan ibu dan Bayi Baru Lahir. Edisi Khusus. PATH. Seattle :
2002.
3.
Winkjosastro
H, Hanada . Perdarahan Pasca Persalinan. Disitasi tanggal 21 September 2008 dari :http://www.geocities.com/Yosemite/Rapids/1744/cklobpt12 .html[update : 1 Februari 2005].
4.
Setiawan Y. Perawatan perdarahan post partum. Disitasi tanggal 21 September 2008 http://www.Siaksoft.net [update : Januari 2008].
5.
Alhamsyah.
Retensio Plasenta. Disitasi tanggal 22 September 2008dari : www.alhamsyah.com [update : Juli 2008].
6.
Fakultas
Kedokteran Universitas Sriwijaya. Perdarahan Pasca Persalinan.. Disitasi tanggal 22 September 2008 dari
:http://.www.Fkunsri.wordpress.com [update : Agustus 2008].
7.
Wiknjosastro
H, Saifuddin AB, Rachimhadi T. Tindakan Operatif Dalam Kala Uri. Dalam : Ilmu
Bedah Kebidanan. Edisi 3. Jakarta : YBP-SP. 2002.
8.
WHO. Managing Complications in
Pregnancy and Childbirth : Manual Removal. of Placenta. Disitasi tanggal 22 September 2008 dari :http://www.who.int/reproductivehealth/impac/Procedures/
Manual_removal_P77_P79.html. [update : 2003].
9.
Wiknjosastro
H, Saifuddin AB, Rachimhadi T. Perdarahan Post Partum. Dalam : Ilmu Bedah
Kebidanan. Edisi 3. Jakarta : YBP-SP. 2002.
10.
Prawirohardjo
S. Perdarahan Paca Persalinan. Dalam : Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan
Maternal dan Neonatal. Jakarta : YBP-SP. 2002.
11.
Wiknjosastro
H, Saifuddin AB, Rachimhadi T. Syok Hemoragika dan Syok Septik. Dalam : Ilmu
Bedah Kebidanan. Edisi 3. Jakarta : YBP-SP. 2002
12.
Bobak, dkk, Buku Ajar Keperawatan Maternitas, Jakarta: ECG,
2005.
13.
Depkes, Standart Praktek Kebidanan, Jakarta : Depkes RI, 2003, Bab 3, hal 66.
14.
Hacker Moore, , Obsteri Essensial., Jakarta: EGC, 2002, Bab 26, hal 319.
15.
Martaadisoebrata, dkk. Obstetri Patologi, Bandung: FK UNPAD,
Bab 8, hal 171.
16.
Saifudin AB, Buku Panduan Praktis Pelayanan Maternal dan Neonatal,
Jakarta: 2002: YBPSP, Bab III hal M -28
17.
Winkjosastro, dkk, Pelatihan Pelayanan Obstetri Emergensi Dasar,
Jakarta: JNPKR 2002 : Bab 2, hal 5.
18.
Cunningham, dkk, Obstetri Williams. Jakarta: EGC 2006, hal 705 – 710
19.
Varney, H. Buku
Ajar Asuhan Kebidanan edisi 4. jakarta: EGC. 2008. hlm 831 ` 832
Sri Agustina Dewi, SST
0 Response to "perdarahan kala III dan IV"
Posting Komentar